BANDARLAMPUNG – Salah satu program unggulan Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi selama periode kepemimpinannya 2019 – 2024, adalah
perbaikan dan penyediaan infrastruktur jalan.
Namun sayangnya, Dinas BMBK Provinsi Lampung selaku perpanjangan tangan kepala daerah, hanya mengejar kuantitas proyek ketimbang kualitas.
Akibatnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Lampung, menemukan banyak kejanggalan dalam pelaksaan proyek jalan tersebut.
Dari rilis Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPR RI Perwakilan Lampung Tahun Anggaran 2022, ditemukan sederet persoalan mendasar di lima
proyek rekonstruksi dan preservasi jalan dibawah kendali Dinas BMBK Provinsi Lampung.
Di antaranya, Rekonstruksi Jalan Ruas Branti – Gedungtatan (Link 037), proyek
Preservasi Jalan Ruas Negara Ratu – Soponyono (Link 081), proyek Preservasi Jalan Ruas Ketapang – Negara Ratu (Link 071), Preservasi Jalan Ruas Bujung Tenuk – Penumangan (Link 086), dan serta proyek Rekonstruksi Jalan Ruas Tegal Mukti – Tajab (Link 088).
Sejumlah permasalahan tersebut, ditemui BPK sejak Tahun 2021 sampai dengan Triwulan III Tahun 2023. Kesalahan mendasar yang terjadi, lantaran Dinas BMBK Provinsi Lampung tidak mengacu pada aturan main Dokumen
Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) Penyelenggaraan Jalan.
Baik itu NSPK Pembangunan Jalan, maupun NSPK Preservasi Jalan. Sebaliknya, Dinas BMBK Provinsi Lampung hanya berpedoman pada
Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2018 Revisi 2 sebagai Kerangka Acuan
Kerja (KAK).
Hal tersebut, banyak menimbulkan kesalahan. Utamanya, terjadi pada pengurangan volume pekerjaan yang berpotensi menimbulkan kerugian
keuangan negara.
Sebab, berdasarkan hasil pemeriksan secara uji petik atas penerapan ketentuan Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2018 ini, BPK Lampung
menemukan ketidaksesuaian antara ketentuan dalam Spesifikasi Umum 2018 tersebut dibandingkan dengan pelaksanaan kontrak.
BPK mendapati, penerapan jenis lapisan perkerasan dan tebal campuran
aspal panas (Hotmix) tidak mengacu kepada ketentuan lapisan perkerasan
sesuai Spesifikasi Umum.
Hasil pemeriksaan atas sampel kontrak pekerjaan perkerasan aspal yang melaksanakan kegiatan pelebaran jalan, diketahui bahwa untuk jenis lapisan dan tebal masing-masing lapisan perkerasan aspal tidak sesuai dengan
ketentuan dalam Spesifikasi Umum Bina Marga 2018.
Jenis lapisan aspal yang digunakan dalam pelaksanaan kontrak hanya terdiri
dari campuran Laston AC-BC dan AC-WC tanpa menggunakan jenis Laston
AC Base.
Kondisi ini dapat dilihat pada proyek lima ruas jalan yang dilakasanakan oleh
Dinas BMBK Provinsi Lampung. Di antaranya, Rekonstruksi Jalan Ruas Branti
– Gedungtatan pada Link 037 menggunakan jenis lapisan AC Base (0 cm).
Seharusnya menggunakan jenis AC Base (7,5 cm).
Kedua, pada proyek Preservasi Jalan Ruas Negara vRatu – Soponyono Link 081 yang mengguunakan jenis lapisan AC-WC (5 cm). Seharusnya
menggunakan AC-WC (4 cm).
Permasalahan sama, juga terjadi pada proyek Preservasi Jalan Ruas Ketapang – Negara Ratu Link 071, lalu Preservasi Jalan Ruas Bujung Tenuk – Penumangan Link 086, dan Rekonstruksi Jalan Ruas Tegal Mukti – Tajab Link
088.
Untuk pengujian mutu atas campuran hotmix, BPK juga menemukan ketidaksesuaian standar jumlah pengujian campuran. Dalam hal uji mutu ini,
dilaksanakan oleh pihak rekanan penyedia jasa konstruksi yang pada dasarnya tidak memiliki Asphalt Mixing Plant (AMP), dimana campuran aspal panas tidak dilakukan tahap pengujian mutu dan kualitas.
Masalah lain yang ditemukan BPK, adalah metode pengukuran volume dan pembayaran pekerjaan Lapis Pondasi Agregat yang belum sepenuhnya
mengikuti ketentuan spesifikasi.
Berdasarkan pemeriksaan atas dokumen sampel pekrjaan Kontrak Preservasi Jalan Ruas Kotabumi – Ketapang (Link 070) Tahun 2023 diketahui bahwa
tebal rencana item pekerjaan Lapis Pondasi B (LPB) adalah setebal 20 cm.
Dari hasil pengukuran oleh Tim Pelaksana, Konsultan Pengawas dan Pengawas Teknis, tebal lapisan LPB terpasang bervariasi antara 15 cm
hingga 21 cm, atau kurang dari ketentuan kontrak. Hal ini wajib dilakukan
penyesuaian harga atas volume terpasang.
Permasalahan tersebut mengakibatkan; kualitas jalan -khususnya untuk Laston- berpotensi cepat rusak. Kemudian, ketebalan lapisan perkerasan
aspal pada kontrak tidak sesuai ketentuan dalam Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2018. (*)